Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENGGAPAI KEHIDUPAN YANG BERKAH


Pengertin Hidup Berkah 
Menurut bahasa, berkah berasal dari bahasa Arab barokah (بركة), artinya nikmat (Kamus Al-Munawwir, 1997:78). Istilah lain berkah dalam bahasa Arab adalah mubarak dan tabaruk. Sementara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:179), berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia” Adapun menurut Imam Al-Ghazali, berkah (barokah) adalah bertambahnya kebaikan (Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79). Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.

Keberkahan hanya diberikan kepada orang yang beriman dan bertaqwa, Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” ( QS: Al-A’raf (7) : 96)

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah akan memberikan keberkahan kepada hambanya yang beriman dan bertaqwa. Apabila umat Islam baik secara pribadi, kelompok masyarakat atau negeri, maka Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit maupun dari bumi. Dengan demikian kehidupan yang berkah adalah kehidupan yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Keimanan dan ketaqwaan akan melahirkan sifat qonaah dan terciptanya kehidupan yang penuh dengan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Ketenangan dan kebahagiaan tidak selalu pada harta atau tahta. Jika ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan milik para pemilik jabatan dan pemilik harta tentu Allah tidak adil, sementara tidak adil adalah sifat yang mustahil bagi Allah. Akan tetapi kebahagian terletak pada adanya rasa nikmat yang melahirkan syukur, syukur dengan hati, lisan dan amal.  

Bentuk Keberkahan

Berkah dalam keturunan.

Berkah dalam bentuk keturunan, artinya keberkahan berupa lahirnya anak-anak yang shalih.  Anak yang shalih adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktor penopangnya adalah generasi yang shaleh. Generasi semacam itu memiliki jasmani yang kuat, kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Berkah  dalam soal makanan.

Rizki yang berkah adalah rizki yang halal lagi baik dan senantiasa membawa kebaikan kepada pemiliknya maupun orang lain. Semakin digunakan untuk kebaikan, rezeki yang didapat juga akan semakin bertambah sesuai dengan janji Allah kepada sekalian hamba-Nya yang mau bersyukur.  Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah  halal jenisnya, memprosesnya dan halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt.

وَكُلُوۡا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا‌ ۖ وَّ اتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِىۡۤ اَنۡـتُمۡ بِهٖ مُؤۡمِنُوۡنَ

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS Al-Maaidah (5) :88).

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raaf (7) :31).

Berkah dalam soal waktu.

Berbicara mengenai waktu, kita semua memiliki jatah waktu yyang sama yakni 24 Jam, akan tetapi tiap-tiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda untuk menghabisnkannya. Ada yyang seharian dimanfaatkan untuk bekerja mencari nafkah untuk anak dan istri, ada yang seharian dimanfaatkan untuk mempelajari sesuatu, ada yang bekerja sekedarnya dan memanfaatkan sisa waktunya untuk istirahat dan beribadah, bercengkerama dengan anak dan istri, mengajar dan bersosial dengan tetangga ada juga hanya untuk bersenang-seang, bersenda gurau di cafe-cafe atau tempat hiburan atau dimanfaatkan untuk malas—malasan, tidur-tiduran menunuggu hari siang, setelah siang menunggu sore, malam dan seterusnya hingga disadari waktu telah berlalu sekian jam, minggu, bahkan tahun tanpa berbuat apa-apa. Oleh karena itu kata Sayyidina Ali, “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok sehingga kamu akan menyadari pergerakan waktu, mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghargainya dengan baik.” Waktu yang diposisikan seperti itu kata Heidegger, salah seorang Filsuf Jerman yang terkenal disebut sebagai Waktu yang otentik atau dalam bahasa Islamnya disebut Waktu yang berkah. Satu hari waktu yang berkah lebih baik daripada satu tahun waktu yang tidak berkah atau bahkan sia-sia, maka dari itu jangan hanya berdoa meminta panjang umur minta juga berkah umur.

Kemudia apa yang dimaksudd dengan waktu yang berkah?

Waktu yang berkah artinya yakni cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh. Karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, siang dan  malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin. Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah SWT, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda.

Bagaimana cara menggapai waktu yang berkah?

Menggunakan waktu untuk saling memberi nasehat pada sesama saudara seiman

وَالْعَصْرِۙ – اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ – اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ -

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran.” (QS. Al-`Ashr: 1-3)

Pada era digital seperti saat ni, saling menerima dan memberi nasihat bukanlah hal yang sulit, Setiap muslim sangat dianjurkan untuk senantiasa saling memberikan nasihat agar melakukan kebajikan, saling menasihati agar tetap sabar. Sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabarr dalam menjauhi larangan Allah dan sabar menerima takdir Allah.

Selalu bersyukur dan senantiasa mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi.

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

“Dialah (Allah) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (QS. Al Furqan: 62)

Setiap peristiwa yang terjadi tentu semuanya atas izin Allah. Apa yang sudah ditetapkan Allah terjadi tentu memiliki hikmah didalamnya. Musibah yang terjadi pada seorang musliim yang membuatnya terluka, sakit dan kecewa bukan berarti tidak membawa manfaat untuk dirinya. Sebaliknya yang kebanyakan mata memandang menilai baik atas sesuatu yang orang muslim teriima belum tentu itu adalah kebaikan bagi Allah bisa jadi itu adalah istidroj dari Allah. Oleh karena itu hendaknya kita senantiasa meminta petnjuk kepada Allah, mohoon pertolongan Allah agar senantiasa melindungi kita dan membimbing kita menuju ridhoNYa.

Berdzikir pada Allah serta menuntut ilmu

Allah SWT berfirman;

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ ٢٠

Artinya: "Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS Al Hadid: 20)

 

Dunia seringkali membuat manusia terpedaya dikarenakan keindahannya. Keindahan yang sifatnya sementara. Sebaliknya surga adalah abadi namun tidak banyak yang fokus dengan akhirat dan lebih memilih kehidupan dunia yang sementara. Oleh karena itu fokus pada tujuan penciptaan Allah (baca Visi dan Misi Penciptaan Manusia ) agar kita tidak terpedaya oleh bujuk dan rayu syaithan dengan terus mengisi waktu untuk banyak berzikir kepada Allah memohon ampunan kepada Allah serta memohon petunjuk kepada Allah dengan terus mengkaji kitab-kitab Allah. “Dunia adalah terlaknat dan terlaknat sesuatu yang ada di dalamnya, kecuali berdzikir kepada Allah dan yang mengikutinya, serta orang yang alim dan orang yang mau belajar.” (HR. At-Tirmidzi)

Indikaktor Keberkahan : Keberkahan bisa dilihat dari dua sisi. Pertama; keberkahan dilihat dari sisi kecukupan. Sesuatu yang sedikit jika berkah, terasa banyak. Keberkahan tidak diukur berdasarkan jumlahnya, akan tetapi keberrkahan dilihat dari segi kecukupan serta digunakan dengan tidak melanggar syariat. Keberkahan dilihat dari segi kebermanfatannya. Artinya segala sesuatu pemberian Allah baik itu umur, ilmu, rizki bisa dikatakan berkah manakalah bisa dimanfaatkan untuk keperluan yang baik dan tidak melanggar syariat Allah. Baik keperluan diri, keluarga maupun masyarakat.

Wa Allahu ’alam bisshowab.




 

Posting Komentar untuk "MENGGAPAI KEHIDUPAN YANG BERKAH "