MENGGAPAI KEHIDUPAN YANG BERKAH
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ
كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” ( QS:
Al-A’raf (7) : 96)
Ayat di atas menegaskan bahwa Allah akan memberikan
keberkahan kepada hambanya yang beriman dan bertaqwa. Apabila umat Islam baik secara pribadi, kelompok
masyarakat atau negeri, maka Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit
maupun dari bumi. Dengan demikian kehidupan yang berkah adalah kehidupan yang
dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Keimanan dan
ketaqwaan akan melahirkan sifat qonaah dan terciptanya kehidupan yang penuh
dengan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Ketenangan dan kebahagiaan tidak selalu pada harta atau
tahta. Jika ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan milik para pemilik jabatan
dan pemilik harta tentu Allah tidak adil, sementara tidak adil adalah sifat
yang mustahil bagi Allah. Akan tetapi kebahagian terletak pada adanya rasa
nikmat yang melahirkan syukur, syukur dengan hati, lisan dan amal.
Bentuk Keberkahan
Berkah dalam keturunan.
Berkah dalam
bentuk keturunan, artinya keberkahan berupa lahirnya anak-anak yang shalih. Anak yang shalih adalah yang kuat imannya,
luas ilmunya dan banyak amal shalehnya. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah
satu faktor penopangnya adalah generasi yang shaleh. Generasi semacam itu memiliki jasmani yang kuat, kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa
menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Berkah dalam soal makanan.
Rizki yang
berkah adalah rizki yang halal lagi baik dan senantiasa membawa kebaikan kepada
pemiliknya maupun orang lain. Semakin digunakan untuk kebaikan, rezeki yang didapat
juga akan semakin bertambah sesuai dengan janji Allah kepada sekalian hamba-Nya
yang mau bersyukur. Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan
dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara adalah
makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah halal jenisnya, memprosesnya dan halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang
yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh
nafkah. Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni
yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya
mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya
digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti
dari ketaqwaannya kepada Allah Swt.
وَكُلُوۡا مِمَّا رَزَقَكُمُ
اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّ اتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِىۡۤ اَنۡـتُمۡ بِهٖ
مُؤۡمِنُوۡنَ
Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS Al-Maaidah (5) :88).
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا
زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ
اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ
“Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” (QS Al-A’raaf (7) :31).
Berkah dalam soal waktu.
Berbicara
mengenai waktu, kita semua memiliki jatah waktu yyang sama yakni 24 Jam, akan
tetapi tiap-tiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda untuk
menghabisnkannya. Ada yyang seharian dimanfaatkan untuk bekerja mencari nafkah
untuk anak dan istri, ada yang seharian dimanfaatkan untuk mempelajari sesuatu,
ada yang bekerja sekedarnya dan memanfaatkan sisa waktunya untuk istirahat dan
beribadah, bercengkerama dengan anak dan istri, mengajar dan bersosial dengan
tetangga ada juga hanya untuk bersenang-seang, bersenda gurau di cafe-cafe atau
tempat hiburan atau dimanfaatkan untuk malas—malasan, tidur-tiduran menunuggu
hari siang, setelah siang menunggu sore, malam dan seterusnya hingga disadari
waktu telah berlalu sekian jam, minggu, bahkan tahun tanpa berbuat apa-apa. Oleh
karena itu kata Sayyidina Ali, “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok
sehingga kamu akan menyadari pergerakan waktu, mengisinya dengan hal-hal yang
bermanfaat dan menghargainya dengan baik.” Waktu yang diposisikan seperti itu
kata Heidegger, salah seorang Filsuf Jerman yang terkenal disebut sebagai Waktu
yang otentik atau dalam bahasa Islamnya disebut Waktu yang berkah. Satu hari
waktu yang berkah lebih baik daripada satu tahun waktu yang tidak berkah atau
bahkan sia-sia, maka dari itu jangan hanya berdoa meminta panjang umur minta
juga berkah umur.
Kemudia apa
yang dimaksudd dengan waktu yang berkah?
Waktu yang
berkah artinya yakni cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk
kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak
amal yang shaleh. Karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, siang dan malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam
setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan
waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin. Karena itu, bagi seorang muslim yang
diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada
Allah SWT, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda.
Bagaimana
cara menggapai waktu yang berkah?
Menggunakan
waktu untuk saling memberi nasehat pada sesama saudara seiman
وَالْعَصْرِۙ –
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ – اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ -
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati dalam kesabaran.” (QS. Al-`Ashr: 1-3)
Pada era digital seperti saat ni, saling
menerima dan memberi nasihat bukanlah hal yang sulit, Setiap muslim sangat
dianjurkan untuk senantiasa saling memberikan nasihat agar melakukan kebajikan,
saling menasihati agar tetap sabar. Sabar dalam menjalankan perintah Allah,
sabarr dalam menjauhi larangan Allah dan sabar menerima takdir Allah.
Selalu bersyukur dan senantiasa mengambil
hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi.
وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ
خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
“Dialah (Allah) yang menjadikan malam dan
siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang
ingin bersyukur.” (QS. Al Furqan: 62)
Setiap peristiwa yang terjadi tentu
semuanya atas izin Allah. Apa yang sudah ditetapkan Allah terjadi tentu
memiliki hikmah didalamnya. Musibah yang terjadi pada seorang musliim yang
membuatnya terluka, sakit dan kecewa bukan berarti tidak membawa manfaat untuk
dirinya. Sebaliknya yang kebanyakan mata memandang menilai baik atas sesuatu yang
orang muslim teriima belum tentu itu adalah kebaikan bagi Allah bisa jadi itu
adalah istidroj dari Allah. Oleh karena itu hendaknya kita senantiasa meminta
petnjuk kepada Allah, mohoon pertolongan Allah agar senantiasa melindungi kita
dan membimbing kita menuju ridhoNYa.
Berdzikir pada Allah serta menuntut ilmu
Allah SWT berfirman;
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ
وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ
غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ
يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ
اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ ٢٠
Artinya: "Ketahuilah bahwa kehidupan
dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling
bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan
anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya
mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian
hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan
keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah
kesenangan yang memperdaya." (QS Al Hadid: 20)
Dunia seringkali membuat manusia terpedaya
dikarenakan keindahannya. Keindahan yang sifatnya sementara. Sebaliknya surga
adalah abadi namun tidak banyak yang fokus dengan akhirat dan lebih memilih
kehidupan dunia yang sementara. Oleh karena itu fokus pada tujuan penciptaan
Allah (baca Visi dan Misi Penciptaan Manusia ) agar kita tidak terpedaya oleh bujuk dan rayu
syaithan dengan terus mengisi waktu untuk banyak berzikir kepada Allah memohon
ampunan kepada Allah serta memohon petunjuk kepada Allah dengan terus mengkaji
kitab-kitab Allah. “Dunia adalah terlaknat dan terlaknat sesuatu yang ada di
dalamnya, kecuali berdzikir kepada Allah dan yang mengikutinya, serta orang
yang alim dan orang yang mau belajar.” (HR. At-Tirmidzi)
Indikaktor Keberkahan : Keberkahan bisa dilihat dari dua sisi. Pertama; keberkahan dilihat dari sisi kecukupan. Sesuatu yang sedikit jika berkah, terasa banyak. Keberkahan tidak diukur berdasarkan jumlahnya, akan tetapi keberrkahan dilihat dari segi kecukupan serta digunakan dengan tidak melanggar syariat. Keberkahan dilihat dari segi kebermanfatannya. Artinya segala sesuatu pemberian Allah baik itu umur, ilmu, rizki bisa dikatakan berkah manakalah bisa dimanfaatkan untuk keperluan yang baik dan tidak melanggar syariat Allah. Baik keperluan diri, keluarga maupun masyarakat.
Wa Allahu ’alam bisshowab.
Posting Komentar untuk "MENGGAPAI KEHIDUPAN YANG BERKAH "