Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ta'lim Muta'alim- Memuliakan Ilmu dan Ahli Ilmu

Keutamaan Memuliakan Ilmu dan Ahli Ilmu 

Menurut Imam Az-Zarnuji, mengagungkan ilmu merupakan tindakan yang bernilai ibadah, yang dapat ikut menghantarkan para penuntut ilmu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam sangat menjunjung nilainilai moral dalam kehidupan, terlebih orang-orang yang berilmu. Orang yang mencari ilmu harus memperhatikan dasar-dasar etika agar dapat berhasil dengan baik dalam belajar, memperoleh manfaat dari ilmu yang dipelajari dan tidak menjadikannya sia-sia. Diantara beberapa etika tersebut dapat dipahami dari nasehat–nasehat Imam Az-Zarnuji didalam kitabnya. 

Mengawali pembahasan tersebut, beliau memberi ungkapan yang bernada suatu penegasan yaitu:“Ketahuilah sesunguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan memperoleh ilmu dan kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta ahlinya, memuliakan guru dan kerabatnya.”Pernyatan di atas menjadi acuan yang mendasari adanya penghormatan para penuntut ilmu terhadap ahli ilmu, bahwa mereka tidak akan bisa memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya. Jadi untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, membutuhkan jalan dan sarana yang tepat, yakni dengan mengagungkan dengan cara menghormati ahli ilmu dan keluarganya. Jika ditelusuri lebih jauh, betapa besar pengorbanan para ahli ilmu yang berupaya keras mencerdaskan manusia dengan memberantas kebodohan, dengan sabar dan kemampuan dalam membimbing, mengarahkan para penuntut ilmu serta mentransfer ilmu yang dimiliki, sehingga melahirkan individu-individu yang memiliki nilai lebih dan derajat keluhuran baik di mata sesama makhluk maupun di hadapan Allah Ta’ala. 

Menghormati ahli ilmu adalah sebuah keharusan karena pada dasarnya mereka tidak membutuhkan suatu penghormatan akan tetapi secara manusiawi ahli ilmu biasanya menjadi tersinggung apabila muridnya bersikap merendahkan dan tidak menghargai. Dan sebagai wujud pemuliaan dan penghormatan kepada mereka, sebagai konsekuensi sikap moral atas pengagungan dan penghormatan terhadap ahli ilmu, Imam Az- Zarnuji memberikan saran dan penjelasan, bahwa penghormatan tersebut berbentuk sikap konkrit yang mengacu pada etika moral dan akhlak seorang penuntut ilmu terhadap gurunya dalam interaksi keseharian dan dalam bentuk materi. Imam Az-Zarnuji mengutip perkataan Sayyidina Ali ra.: “Aku tahu bahwa hak seorang guru itu harus diindahkan melebihi segala hak. Dan wajib dijaga oleh setiap umat Islam. Sebagai balasan memuliakan mereka, amat pantaslah jika beliau diberi seribu dirham, meskipun hanya mengajarkan satu kalimat.”Sebagai ungkapan rasa terima kasih dan imbalan atas jasa serta waktu yang telah banyak dicurahkan untuk mendidik maka salah satu bentuk penghormatan kepada ahli ilmu atau para guru adalah memberikan sebagian harta kepada mereka. Sedangkan bentuk akhlak dalam sikap nyata terhadap para guru terdapat dalam syair Az-Zarnuji yaitu: “Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macammacam darinya, dan menanyakan halhal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pada pokoknya, adalah melakukan hal- hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya.”Menghormati dan memuliakan guru, bukan merupakan sebuah teori semata, akan tetapi hal tersebut mengandung alasan cukup mendasar bagi terbentuknya suatu hubungan yang manusiawi antara guru dan murid. Alasan tersebut dikemukakan secara jelas oleh Imam Az-Zarnuji dalam sya’irnya:“Maka, sesungguhnya orang yang mengajar kamu satu huruf, yang hal itu masalah agama dan kamu perlukan maka dia termasuk (dihukumi) sebagai bapakmu dalam agama.” Ungkapan di atas menunjukkan secara jelas bahwa posisi guru yang mengajari ilmu walaupun hanya satu huruf dalam mempelajari agama, disebut sebagai bapak spiritual, sehingga kedudukan guru sangat terhormat dan tinggi, karena dengan jasanya seorang murid dapat mencapai ketinggian spiritual dan keselamatan akhirat. Hal ini berarti hubungan tersebut adalah hubungan yang sangat dekat tidak hanya terbatas dalam kondisi dan lingkungan pendidikan secara formal, akan tetapi memiliki ikatan emosional tinggi sebagaimana ikatan antara bapak dan anak.

Imam Az-Zarnuji pernah tidak menjenguk gurunya selama dalam pengungsian, karena beliau sibuk mengurus dan merawat ibunya. Kemudian gurunya berkata:“Kalau begitu kau akan diberi rizki umur, tetapi engkau tidak diberi rezeki nikmatnya belajar”. Disana ada indikasi bahwa seorang murid hendaknya selalu dapat menyenangkan hati sang guru dan menaruh penuh rasa hormat terhadap gurunya, dan mendahulukan urusan yang terkait dengannya. Sehingga guru tidak merasa tersinggung dan sakit hati. Jadi pada dasarnya merupakan suatu kewajiban atas murid untuk dapat beriktikad baik kepada guru. Sebab bagaimanapun guru adalah bapak kedua bagi para murid, sehingga perintah dari guru merupakan suatu keharusan bagi murid untuk melaksanakannya. Sebagaimana perintah dari orang tua terhadap anaknya, maka perintah seorang guru wajib untuk ditaati seorang murid kecuali perintah dalam kedhaliman, bahkan haram bagi murid menyinggung perasaan dan membuat sakit hati gurunya, sebagaimana Allah Ta’ala mengharamkan kedurhakaan anak terhadap orang tuanya. Secara tegas al-Zarnuji mengatakan, “Barang siapa menyakiti hati guru, maka haramlah keberkahan ilmu dan tidak memperoleh manfaat ilmu kecuali sedikit”

Kesimpulan 

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terusmenuntut ilmu. Begitu tegasnya Islam dalam memposisikan kedudukan ilmu hingga dikatakan bahwasanya manusia itu dibagi menjadi dua golongan saja yakni orang yang mengajarkan ilmu dan yang belajar ilmu. Di luar kedua golongan itu adalah kelompok yang tidak dianggap. Namun, sebelum menuntut ilmu, ada hal utama yang harus diperhatikan oleh para penuntut ilmu yang itu adab terhadap ilmu itu sendiri dan terhadap ahli ilmu. Agar ilmu yang didapatkan menjadi berkah dan bisa bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, I. 1992. Bidayatul Hidayah(Wasiat Imam Al-Ghazali). Diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto. Surabaya: Media Idaman Anim, A. 2015. Kiat Santri Meraih Ilmu Manfaat dan Barokah, Terjemah Talimul Mutaalim . Jawa Barat : Mukjizat Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.Putra, Asad A. 1995. Talimul Mutaallim. Kudus: Menara Kudus. Zarmuji. 2019. Kitab Talim Mutaallim, Terjemahan Abdurrahman Azzam. Solo: Aqwam Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail. 1995. Talimul Mutaalim. Semarang: CV Toha

Ahmad Zayin Fuadi/ MPI SMT 1/ Dr. Nur Komariah, M.Pd.I 


Posting Komentar untuk "Ta'lim Muta'alim- Memuliakan Ilmu dan Ahli Ilmu "