Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ta'lim Muta'alim- Niat dalam Mencari Ilmu

Pengertian Ilmu 

Ilmu berasal dari bahasa Arab, العِلْـمُ yang artinya mengetahui. Kata العِلْـمُ merupakan masdar dari kata عَلِمَ - يَعْلَمُ . Orang yang berilmu disebut alimun (mengetahui). Kata alimun merupakan sebuah panggilan kehormatan bagi orang-orang yang sangat pandai. Mengenai hal tersebut Imam Sibawaihi mengatakan, "Seseorang tidak akan dinamai dengan ulama, melainkan dia orang alim."

Menunut ilmu adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Di mana menuntut ilmu ini tidak hanya dilakukan di bangku sekolah saja, tetapi bisa di mana saja dan dengan siapa saja. Nah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka menuntut ilmu haruslah diiringi dengan niat yang lurus guna mencapai ridho Allah SWT semata. Oleh karena itulah, niat dalam mencari ilmu sangatlah diperhatikan. Karena ilmu yang kita dapatkan tidak hanya untuk diri sendiri. Tetapi juga mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Dan hal inilah bentuk perbuatan yang disukai oleh Allah SWT. Dalam agama Islam, menuntut ilmu dikategorikan sebagai ibadah yang sangat penting. Karena dengan ilmulah agama Islam bisa terjaga. Ada sekian dalil yang bisa menunjukkan hal tersebut, di antaranya: Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Alangkah baiknya bila ada sebagian golongan di antara mereka yang pergi untuk memperdalam agama, kemudian mengajar kaumnya apabila mereka telah kembali, supaya masing-masing dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)

Dasar kewajiban Menuntut Ilmu 

Dalam memahami ayat ini, Imam Al-Qurthubi—seorang mufasir besar dari Cordova, Andalusia—menjelaskan dalam kitabnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân. Beliau berkata:  Artinya: “Poin kedua: Ayat ini adalah dasar dari kewajiban menuntut ilmu. Karena arti dari ayat ini adalah tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang) sedangkan Nabi Muhammad Saw. itu tetap tinggal dan tidak selalu ikut ke medan perang, sehingga (jika para sahabat pergi ke medan perang semuanya) para sahabat akan meninggalkan nabi sendirian. Maka alangkah baiknya, ada orang yang tidak pergi (ke medan perang), setelah mereka mengetahui bahwasanya tidak semua orang diwajibkan pergi berperang. Sebagian golongan di antara mereka (sebaiknya tetap tinggal) dan berada di sisi nabi untuk menerima dan mendalami agama. Lalu, ketika para pejuang telah pulang, mereka mengajarkan apa yang telah mereka dengar dan mereka pelajari (dari Nabi) kepada para pejuang tersebut. Dari sinilah, (disimpulkan) dalil kewajiban memahami al-Qur'an dan Sunah. (Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al-Jama'li Ahkim al-Qur'an, Kairo, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2014, Vol. 8, Hlm.)

Dari penafsiran di atas, kita bisa memahami, bahwa mencari ilmu adalah suatu ibadah yang menempati posisi penting di dalam agama Islam. Ia bahkan setara dengan jihad fî sabîlillâh. Dan yang perlu digarisbawahi, mencari ilmu agama tidak boleh dilakukan dengan hanya niat-niat duniawi saja, seperti hanya untuk mendapatkan ijazah, mendapatkan pekerjaan bagus, mencari uang, mendapatkan gelar dan sejenisnya. Hal-hal semacam ini mungkin ada baiknya jika dimaknai sebagai rezeki yang mengikuti ahl al-‘ilm, bukan menjadi tujuan utama (ghâyah) mencari ilmu. Sebab, mempelajari suatu ilmu, khususnya ilmu agama, harus didasari oleh niat untuk mencari rida Allah Swt. dan melaksanakan kewajiban mencari ilmu.(Muhammad Ulil Albab).

Terkait hal ini, Nabi Muhammad Saw. telah memberikan rambu-rambu, sejauh mana niat itu dianggap patut dan layak untuk memotivasi seseorang dalam menuntut ilmu. Nabi Muhammad Saw. bersabda: Artinya: “Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya dipelajari  untuk memperoleh rida Allah Swt., (akan tetapi) dia tidak mencari ilmu tersebut kecuali hanya untuk memperoleh harta  duniawi, maka dia tidak akan bisa mendapati aroma surga.(Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadl as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2010, Hlm. 359).

Jika nanti ia mendapatkan harta yang berlimpah karena hal tersebut pun juga tidak apa-apa, ia boleh mengambilnya. Dr. Mustafa Said Al-Khin—seorang ahli fikih bermazhab Syafii dari negeri Syam—dalam kitabnya Nuzhah al-Muttaqin Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin menegaskan:

Artinya: “Hadis (di atas) memberikan pemahaman, bahwasanya seseorang harus ikhlas dalam mencari ilmu, dan hendaknya tujuan yang ingin ia capai adalah rida Allah Swt.. Adapun jika ada seseorang yang menuntut ilmu, kemudian hal-hal duniawi mengikutinya, maka ia diperkenankan untuk mengambilnya. Hal itu tidak membahayakannya.(Mustafa Said Al-Khin, Nuzhah al-Muttaqin Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin,Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1987, Hlm. 958.).

Hadist di atas yang dapat saya (penulis) simpulkan dan pelajari adalah ketika dalam kondisi belajar, seseorang tidak boleh memiliki niat hanya untuk mencari atau memperoleh sesuatu yang bersifat duniawi saja, kemudian mencukupkan niatnya hanya pada hal tersebut. Sebab pada hakikatnya, selain menjadi motivasi, niat juga menjadi pengendali dalam diri seseorang. Ia akan mempengaruhi langkahnya, baik sebelum maupun sesudah ilmu yang kita pelajari diperoleh.

Niat dalam Mencari Ilmu 

Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa agar pendidikan menjadi semakin maju maka kualitas kuriukulumnya harus diperbaiki, dan demikian pula aspek guru, sarana dan prasarana, bahan pelajaran dan tau buku teks, sistem penilaian, lingkungan belajar, dan lain-lain di seputar itu. Namun ada kalangan yang berpendapat lain, bahwa semua yang disebutkan itu adalah penting, tetapi masih ada yang lebih penting lagi, ialah niat orang yang belajar itu sendiri.(Prof. Dr. H. Imam Suprayogo).

Mencari rida Allah

Niat pertama adalah mencari rida Allah. Belajar tidak boleh diniati untuk tujuan keduniaan, namun memperoleh keridaan Allah swt. Dalam Q.S. Albaqarah [2]: 272, Allah swt. berfirman,

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ.

Artinya :"Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah Swt. lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi. (Q.S. Albaqarah [2]: 272)

Quraish Shihab menuturkan bahwa sebab penurunan ayat ini berkaitan dengan tuntunan nafkah dan sedekah, baik kepada umat Islam maupun umat beragama lain. Dalam konteks pelajar, ayat ini memberi tuntunan bagaimana seorang pelajar dalam menata niat.(Senata Adi Prasetia, Tafsir Al-Qur'an. Dan Melakukan kewajiban agama dalam rangka berupaya mencari keuntungan. Keuntungan yang dimaksud adalah pahala dari Allah SWT. Ujungnya, surga yang dijanjikan-Nya. Sikap seperti ini pun dibolehkan dalam beribadah. Sebab, cukup banyak ayat Alquran dan hadis Nabi SAW yang membenarkan sikap demikian. ( Hasanul rizqa, Iman nawawi)

Dari penjelasan di atas, saya (penulis) menyimpulkan bahwa Dalam mencari ilmu kita harus dengan penuh niat untuk mendapatkan ridho Allah Swt. Karna dalam menutut ilmu Allah Swt. Lah yang memberikan kita petunjuk, jalan agar kita bisa menuntut ilma dengan tujuan yang baik bukan karna tujuan dunia.

Menuntut ilmu adalah agar mempunyai aqidah atau keyakinan yang baik

Hanya dengan hati yang bersih saja yang akan Allah Swt terima dan mendatangkan manfaat. Selain hati yang bersih pasti tertolak. Allah Swt berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ؕ

Artinya:"(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu'ara': 88-89). Betapa pentingnya aqidah yang benar sebagaimana ditunjukkan dalam ayat berikut.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48). Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata: “Allah Swt tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Dar Ibnul Jauzi, 3/129).

Menuntut ilmu agar bisa beribadah kepada Allah Swt.

          Ibadah adalah kewajiban yang tidak boleh dikerjakan asal-asalan dan sesuai selera diri sendiri,tapi harus berdasar petunjuk yang ada. Riwayat dari 'Aisyah ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ

Artinya : "Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukharidan Muslim).

Betapa bahayanya beramal atau beribadah tanpa didasari dengan ilmu yang benar. Tentu akan menjadi musibah berupa dosa yang harus ditanggungnya kelak. Nabi saw bersabda.

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:"Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim). Dalam kalimat syair disebutkan bahwa.

وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ

Artinya:"Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 14-15).

Tertolaknya amal tanpa ilmu lantaran tidak adanya panduan yang jelas sehingga kemungkinan kesalahan sangat besar sekali. Padahal amal perbuatan seseorang haruslah mengikuti arahan pihak yang akan menerima dan memberi balasan. Mu’adz bin Jabal ra mengatakan bahwa.

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

Artinya:"Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15).

Dalam ayat ini, Allah Swt memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan. Sufyan bin ‘Uyainah ra berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan: “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108).

Sedangkan Al Muhallab ra mengatakan: “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144).

Dalam penjelasan di atas dapat saya ( penulis ) simpulkan bahwa menuntut ilmu adalah untuk mencari Ibadah kepada Allah Swt. Karna Ibadah adalah kewajiban kita semua umat muslim agar selalu beribadah dalam segala hal sekaligus dalam menuntut ilmu.

Kesimpulan 

Menunut ilmu adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Di mana menuntut ilmu ini tidak hanya dilakukan di bangku sekolah saja, tetapi bisa di mana saja dan dengan siapa saja. Nah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka menuntut ilmu haruslah diiringi dengan niat yang lurus guna mencapai ridho Allah SWT semata. Dalam menuntut ilmu kita harus mempunyai niat, Niat yang saya jelas di atas terdiri dari Tiga bagian, yaitu: Mencari Ridho Allah, Karna mencari Ridho Allah sangat perlu dalam menuntut ilmu,  Menuntut ilmu adalah agar mempunyai aqidah atau keyakinan yang baik dalam ingkungan sekitar kita maupun di luar lingkungan sekitar kita,  Dan Menuntut ilmu agar bisa beribadah kepada Allah Swt. Dari niat tersebut dalam saya simpulkan bahwa menuntut ilmu harus di awali dengan niat yang baik dan dengan tujuan baik. Menuntut lah ilmu dengan mencari keridhoan Allah Swt., Menuntut ilmu agat kita dapat mempunyai aqidah atau keyakinan yang baik agar tidak memiliki jiwa dan akhlak yang buruk, selanjutnya adalah menuntut ilmi agar bisa beribadah kepada Allah Swt. Yang artinya kita menuntut ilmu harus dengan tujuan mendekatkan diri kepada allah, karna ibadah adalah Kewajiban bagi kita para Muslim dan muslimah.

Daftar Pustaka 

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al-Jama'li Ahkim al-Qur'an, Kairo, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2014, Vol. 8, Hlm.

Muhammad Ulil Albab, Niat Dalam Menuntut Ilmu, Ma'ad Aly Pesantren Maslakul Huda, 11 Jan 2022.

Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadl as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2010, Hlm. 359.

Mustafa Said Al-Khin, Nuzhah al-Muttaqin Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin,Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1987, Hlm. 958.

H. Imam Suprayogo, Betapa Pentingnya Niat Dalam Mencari Ilmi, Malang, Media Informasi dan Kebijakan Kampus, 2 Mei 2015.

Senata Adi Prasetia, Tafsir Al-Qur'an, Tiga Niat Dalam Menuntut Ilmu, Tafsir di Indonesia, September 2022

Iman nawawi, Menyelami Ilmu Alquran, Artikel, Hasanul rizqa, 2020

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Dar Ibnul Jauzi, 3/129. Menata Niat Dalam Ilmu, Suhari, gurusiana.id, 22 September 2022

Mu'adz bin Jabal ra, Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15, Gurusiana.id 2022

Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108, Menata Niat dalam Ilmu, suhari, gurusiana.id, 2022

Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144, Q.s, Muhammad:19, Artikel Suhari, gurusiana.id, 2022

 Oleh: Ahmad Zulkhair Bahri/ MPI SMT 1/ Dr. Nur Komariah, M.Pd.I 


Posting Komentar untuk "Ta'lim Muta'alim- Niat dalam Mencari Ilmu "