Ta'lim Muta'alim- Niat dalam Mencari Ilmu
Pengertian Ilmu
Menunut ilmu adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Di mana
menuntut ilmu ini tidak hanya dilakukan di bangku sekolah saja, tetapi bisa di
mana saja dan dengan siapa saja. Nah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada
Allah SWT, maka menuntut ilmu haruslah diiringi dengan niat yang lurus guna
mencapai ridho Allah SWT semata. Oleh
karena itulah, niat dalam mencari ilmu sangatlah diperhatikan. Karena ilmu yang
kita dapatkan tidak hanya untuk diri sendiri. Tetapi juga mampu memberikan
manfaat kepada orang lain. Dan hal inilah bentuk perbuatan yang disukai oleh
Allah SWT. Dalam agama Islam, menuntut ilmu dikategorikan sebagai ibadah yang
sangat penting. Karena dengan ilmulah agama Islam bisa terjaga. Ada sekian
dalil yang bisa menunjukkan hal tersebut, di antaranya: Artinya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Alangkah baiknya bila ada sebagian golongan di antara mereka yang pergi untuk
memperdalam agama, kemudian mengajar kaumnya apabila mereka telah kembali,
supaya masing-masing dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)
Dasar kewajiban Menuntut Ilmu
Dalam memahami ayat ini, Imam Al-Qurthubi—seorang mufasir besar
dari Cordova, Andalusia—menjelaskan dalam kitabnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân.
Beliau berkata: Artinya: “Poin kedua: Ayat ini adalah dasar dari kewajiban menuntut
ilmu. Karena arti dari ayat ini adalah tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu
semuanya pergi (ke medan perang) sedangkan Nabi Muhammad Saw. itu tetap tinggal
dan tidak selalu ikut ke medan perang, sehingga (jika para sahabat pergi ke
medan perang semuanya) para sahabat akan meninggalkan nabi sendirian. Maka alangkah
baiknya, ada orang yang tidak pergi (ke medan perang), setelah mereka
mengetahui bahwasanya tidak semua orang diwajibkan pergi berperang. Sebagian
golongan di antara mereka (sebaiknya tetap tinggal) dan berada di sisi nabi
untuk menerima dan mendalami agama. Lalu, ketika para pejuang telah pulang,
mereka mengajarkan apa yang telah mereka dengar dan mereka pelajari (dari Nabi)
kepada para pejuang tersebut. Dari sinilah, (disimpulkan) dalil kewajiban
memahami al-Qur'an dan Sunah. (Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al
Qurthubi, Al-Jama'li Ahkim al-Qur'an, Kairo, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2014,
Vol. 8, Hlm.)
Dari penafsiran di atas, kita bisa memahami, bahwa mencari ilmu
adalah suatu ibadah yang menempati posisi penting di dalam agama Islam. Ia
bahkan setara dengan jihad fî sabîlillâh. Dan yang perlu digarisbawahi, mencari
ilmu agama tidak boleh dilakukan dengan hanya niat-niat duniawi saja, seperti
hanya untuk mendapatkan ijazah, mendapatkan pekerjaan bagus, mencari uang,
mendapatkan gelar dan sejenisnya. Hal-hal semacam ini mungkin ada baiknya jika
dimaknai sebagai rezeki yang mengikuti ahl al-‘ilm, bukan menjadi tujuan utama
(ghâyah) mencari ilmu. Sebab, mempelajari suatu ilmu, khususnya ilmu agama,
harus didasari oleh niat untuk mencari rida Allah Swt. dan melaksanakan
kewajiban mencari ilmu.(Muhammad Ulil Albab).
Terkait hal ini, Nabi Muhammad Saw. telah memberikan rambu-rambu,
sejauh mana niat itu dianggap patut dan layak untuk memotivasi seseorang dalam
menuntut ilmu. Nabi Muhammad Saw. bersabda: Artinya: “Barang siapa mempelajari
suatu ilmu yang seharusnya dipelajari
untuk memperoleh rida Allah Swt., (akan tetapi) dia tidak mencari ilmu
tersebut kecuali hanya untuk memperoleh harta
duniawi, maka dia tidak akan bisa mendapati aroma surga.(Yahya bin
Syaraf An-Nawawi, Riyadl as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Jakarta, Dar
al-Kutub al-Islamiyah, 2010, Hlm. 359).
Jika nanti ia mendapatkan harta yang berlimpah karena hal tersebut
pun juga tidak apa-apa, ia boleh mengambilnya. Dr. Mustafa Said Al-Khin—seorang
ahli fikih bermazhab Syafii dari negeri Syam—dalam kitabnya Nuzhah al-Muttaqin
Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin menegaskan:
Artinya: “Hadis (di atas) memberikan pemahaman, bahwasanya
seseorang harus ikhlas dalam mencari ilmu, dan hendaknya tujuan yang ingin ia
capai adalah rida Allah Swt.. Adapun jika ada seseorang yang menuntut ilmu,
kemudian hal-hal duniawi mengikutinya, maka ia diperkenankan untuk
mengambilnya. Hal itu tidak membahayakannya.(Mustafa Said Al-Khin, Nuzhah
al-Muttaqin Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin,Beirut,
Muassasah ar-Risalah, 1987, Hlm. 958.).
Hadist di atas yang dapat saya (penulis) simpulkan dan pelajari
adalah ketika dalam kondisi belajar, seseorang tidak boleh memiliki niat hanya
untuk mencari atau memperoleh sesuatu yang bersifat duniawi saja, kemudian
mencukupkan niatnya hanya pada hal tersebut. Sebab pada hakikatnya, selain
menjadi motivasi, niat juga menjadi pengendali dalam diri seseorang. Ia akan
mempengaruhi langkahnya, baik sebelum maupun sesudah ilmu yang kita pelajari
diperoleh.
Niat dalam Mencari Ilmu
Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa agar pendidikan menjadi semakin
maju maka kualitas kuriukulumnya harus diperbaiki, dan demikian pula aspek
guru, sarana dan prasarana, bahan pelajaran dan tau buku teks, sistem
penilaian, lingkungan belajar, dan lain-lain di seputar itu. Namun ada kalangan
yang berpendapat lain, bahwa semua yang disebutkan itu adalah penting, tetapi
masih ada yang lebih penting lagi, ialah niat orang yang belajar itu
sendiri.(Prof. Dr. H. Imam Suprayogo).
Mencari rida Allah
Niat pertama adalah mencari rida Allah. Belajar tidak boleh diniati
untuk tujuan keduniaan, namun memperoleh keridaan Allah swt. Dalam Q.S.
Albaqarah [2]: 272, Allah swt. berfirman,
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ
اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ
ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ
خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ.
Artinya :"Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan
mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah Swt. lah yang memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).
Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu
(orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah.
Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara
penuh dan kamu tidak akan dizalimi. (Q.S. Albaqarah [2]: 272)
Quraish Shihab menuturkan bahwa sebab penurunan ayat ini berkaitan
dengan tuntunan nafkah dan sedekah, baik kepada umat Islam maupun umat beragama
lain. Dalam konteks pelajar, ayat ini memberi tuntunan bagaimana seorang
pelajar dalam menata niat.(Senata Adi Prasetia, Tafsir Al-Qur'an. Dan Melakukan
kewajiban agama dalam rangka berupaya mencari keuntungan. Keuntungan yang
dimaksud adalah pahala dari Allah SWT. Ujungnya, surga yang dijanjikan-Nya.
Sikap seperti ini pun dibolehkan dalam beribadah. Sebab, cukup banyak ayat
Alquran dan hadis Nabi SAW yang membenarkan sikap demikian. ( Hasanul rizqa,
Iman nawawi)
Dari penjelasan di atas, saya (penulis) menyimpulkan bahwa Dalam
mencari ilmu kita harus dengan penuh niat untuk mendapatkan ridho Allah Swt.
Karna dalam menutut ilmu Allah Swt. Lah yang memberikan kita petunjuk, jalan
agar kita bisa menuntut ilma dengan tujuan yang baik bukan karna tujuan dunia.
Menuntut ilmu adalah agar mempunyai aqidah atau keyakinan yang baik
Hanya dengan hati yang bersih saja yang akan Allah Swt terima dan
mendatangkan manfaat. Selain hati yang bersih pasti tertolak. Allah Swt
berfirman:
يَوْمَ
لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ
سَلِيْمٍ ؕ
Artinya:"(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu'ara': 88-89). Betapa pentingnya aqidah yang benar sebagaimana ditunjukkan dalam ayat berikut.
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ
Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48). Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata:
“Allah Swt tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu
Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Dar Ibnul
Jauzi, 3/129).
Menuntut ilmu agar bisa beribadah kepada Allah Swt.
Ibadah adalah
kewajiban yang tidak boleh dikerjakan asal-asalan dan sesuai selera diri
sendiri,tapi harus berdasar petunjuk yang ada. Riwayat dari 'Aisyah ra, ia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ
حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ
نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
Artinya : "Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan
mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang
ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan
ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta
ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukharidan
Muslim).
Betapa bahayanya beramal atau beribadah tanpa didasari dengan ilmu
yang benar. Tentu akan menjadi musibah berupa dosa yang harus ditanggungnya
kelak. Nabi saw bersabda.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ
رَدٌّ
Artinya:"Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami,
maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim). Dalam kalimat syair disebutkan
bahwa.
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ أَعْمَالُهُ
مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ
Artinya:"Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya
tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 14-15).
Tertolaknya amal tanpa ilmu lantaran tidak
adanya panduan yang jelas sehingga kemungkinan kesalahan sangat besar sekali.
Padahal amal perbuatan seseorang haruslah mengikuti arahan pihak yang akan
menerima dan memberi balasan. Mu’adz bin Jabal ra mengatakan bahwa.
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
Artinya:"Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu
berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil
Mungkar, hal. 15).
Dalam ayat ini, Allah Swt memulai dengan
‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah
perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah
amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.
Sufyan bin ‘Uyainah ra berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan
ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika
menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan
membaca ayat ini, lalu mengatakan: “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah
memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan
untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108).
Sedangkan Al Muhallab ra mengatakan:
“Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan
ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap
ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena
tidak didahului dengan ilmu). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti
amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni
Baththol, 1/144).
Dalam penjelasan di atas dapat saya (
penulis ) simpulkan bahwa menuntut ilmu adalah untuk mencari Ibadah kepada
Allah Swt. Karna Ibadah adalah kewajiban kita semua umat muslim agar selalu
beribadah dalam segala hal sekaligus dalam menuntut ilmu.
Kesimpulan
Menunut ilmu
adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Di mana menuntut ilmu ini tidak
hanya dilakukan di bangku sekolah saja, tetapi bisa di mana saja dan dengan
siapa saja. Nah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka menuntut
ilmu haruslah diiringi dengan niat yang lurus guna mencapai ridho Allah SWT
semata. Dalam menuntut ilmu kita harus mempunyai niat,
Niat yang saya jelas di atas terdiri dari Tiga bagian, yaitu: Mencari Ridho
Allah, Karna mencari Ridho Allah sangat perlu dalam menuntut ilmu, Menuntut ilmu adalah agar mempunyai aqidah
atau keyakinan yang baik dalam ingkungan sekitar kita maupun di luar lingkungan
sekitar kita, Dan Menuntut ilmu agar
bisa beribadah kepada Allah Swt. Dari
niat tersebut dalam saya simpulkan bahwa menuntut ilmu harus di awali dengan
niat yang baik dan dengan tujuan baik. Menuntut lah ilmu dengan mencari
keridhoan Allah Swt., Menuntut ilmu agat kita dapat mempunyai aqidah atau
keyakinan yang baik agar tidak memiliki jiwa dan akhlak yang buruk, selanjutnya
adalah menuntut ilmi agar bisa beribadah kepada Allah Swt. Yang artinya kita
menuntut ilmu harus dengan tujuan mendekatkan diri kepada allah, karna ibadah
adalah Kewajiban bagi kita para Muslim dan muslimah.
Daftar Pustaka
Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al-Jama'li Ahkim al-Qur'an, Kairo,
Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2014, Vol. 8, Hlm.
Muhammad Ulil Albab,
Niat Dalam Menuntut Ilmu, Ma'ad Aly Pesantren Maslakul Huda, 11 Jan 2022.
Yahya bin Syaraf
An-Nawawi, Riyadl as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Jakarta, Dar
al-Kutub al-Islamiyah, 2010, Hlm. 359.
Mustafa Said
Al-Khin, Nuzhah al-Muttaqin Syarh Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid
al-Mursalin,Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1987, Hlm. 958.
H. Imam
Suprayogo, Betapa Pentingnya Niat Dalam Mencari Ilmi, Malang, Media Informasi
dan Kebijakan Kampus, 2 Mei 2015.
Senata Adi Prasetia, Tafsir Al-Qur'an, Tiga Niat Dalam Menuntut
Ilmu, Tafsir di Indonesia, September 2022
Iman nawawi,
Menyelami Ilmu Alquran, Artikel, Hasanul rizqa, 2020
Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, Dar Ibnul Jauzi, 3/129. Menata Niat Dalam Ilmu, Suhari, gurusiana.id,
22 September 2022
Mu'adz bin Jabal
ra, Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15, Gurusiana.id 2022
Fathul Bari, Ibnu
Hajar, 1/108, Menata Niat dalam Ilmu, suhari, gurusiana.id, 2022
Syarh Al Bukhari
libni Baththol, 1/144, Q.s, Muhammad:19, Artikel Suhari, gurusiana.id, 2022
Posting Komentar untuk "Ta'lim Muta'alim- Niat dalam Mencari Ilmu "