PENTINYA MANAJEMEN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK SEJAK DINI
Dr. Nur Komariah, M.Pd.I
FITRAH MANUSIA
Anak merupakan amanah sekaligus anugerah Allah yang terindah bagi
pasangan suami istri. Dalam penciptaannya, anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
artinya anak dilahirkan dengan sejumlah potensi (kemampuan dasar yang masih
terpendam) yang dibawa sejak lahir. Melalui potensi tersebut diharapkan anak
mampu melaksanakan visi dan misi Allah atas penciptaannya yakni untuk beribadah
kepada Allah sekaligus pemimpin di muka bumi. Potensi terbut berupa potensi
fisik (psychomotoric), potensi mental inteleqtual (1Q), potensi mental
spiritual atau spiritual question (SP), dan potensi sosial emosional.
Untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak, perlu adanya manajemen
pengembangan pendidikan agama pada anak sejak dini. Langkah pertama yang perlu dilakukan orang tua
adalah dengan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembang
pendidikan agama pada anak dengan memberikan pendidikan formal, non formal
maupun informal. Pentingya pemberian pendidikan agama pada anak sejak dini telah
dijelaskan oleh baginda Nabi Muhammad SAW yang artinya, tuntutlah ilmu mulai
dari buaian sampai keliang lahat (HR. Muslim). Pada hadis lain disebutkan, menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan (HR. Ibnu
Maja). Selanjutnya Allah SWT menjanjikan reward pada para penuntut ilmu dengan
mengangkat derajat beberapa tingkat lebih tinggi diantara umat muslim lainnya.(Lihat
QS. Al-Mujadalah, 58:11).
Langkah selanjutnya adalah terlibat aktif dalam menentukan arah kebijakan
pendidikan anak. Selain lingkungan yang mendukung yang turut berpengaruh
terhadap pengembangan pendidikan agama Islam pada anak adalah struktur kurikulum. Untuk umat islam pelajaran
Agama Islam tentu saja merupakan pelajaran yang wajib dipelajari sebelum
mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti: Ilmu al-qur’an, tauhid, ahlaq, bahasa
Arab, dan fiqih. Jenis-jenis ilmu
tersebut hendaknya diberikan terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu-ilmu
lainnya seperti kursus menari, kursus menyanyi dan semisalnya.
PERAN
DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK
Merujuk pada hadis Nabi di atas, sejatinya pendidikan sudah
berlangsung sejak anak masih dalam buaian artinya pendidikan Agama harus
diberikan pada anak sejak dini mungkin. Oleh sebab itu, orang tua memiliki
peranan penting dalam menentukan arah pendidikan anaknya, jika orang tua
menginginkan anaknya memahami ilmu agama maka orang tua akan mengenalkan
anaknya pada ilmu-ilmu agama, jika orang tua menginginkan anaknya memahami
kesenian, maka oranng tuanya mengenalkan anaknya pada ilmu-ilmu kesenian, hal
ini sebagaimana dijelaskan dalam hasis Nabi, setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci.
Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan mereka menjadi yahudi, nasrani
atau majusi. (HR. Ahmad Ibnu Hambal).
Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anaknya akan dimintai
pertangung jawabannya kelak dihari kiamat. Oleh karena itu, sudah seharusnya
orang tua memberikan pendidikan agama yang cukup pada anaknya sejak dini
mungkin sebagai landasan atau pedoman bagi anaknya dalam mengarungi
kehidupannya, mengenalkan Allah sebagai tuhannya, mengenalkan nabi-nabinya
Allah, mengenalkan akhlaq terpuji, mengenalkan tugas dan tanggung jawabnya
terhadap Allah dan makhluknya. Dengan memperkenalkan ilmu-ilmu agama tersebut
sebagaimana yang disebutkan yakni ilmu tauhid, ilmu al-qur’an, ilmu bahasa
arab, ilmu fiqih, maupun ahlaq diharapkan anak memiliki ilmu pendidikan agama
dasar yang kokoh sehingga tidak mudah digoyahkan dan siap mengarungi kehidupan
bermasyarakat dengan segala tantangan di masa mendatang karena anak sudah memiliki
pondasi keimanan yang kokoh serta pendidikan ibadah yang mantap.
PERAN
DAN TANGGUNG JAWAB SEKOLAH FORMAL TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Untuk membekali pendidikan pada anak, orang tua tentu tidak dapat bekerja
sendiri mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, orang tua
memberikan amanah kepada sekolah formal untuk mengajar, membimbing dan mendidik
anaknya. Pada proses pegelolaannya, sekolah formal memiliki standar khusus yang
ditetapkan oleh pemerintah baik dari segi tenaga pendidik, sarana dan
prasarana, keuangan, maupun kurikulum. Pada aspek kurikulum, sekolah formal sudah memiliki
struktur kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah berikut dengan alokasi waktu
yang sudah ditentukan, dan masing-masing satuan pendidikan hanya memiliki wewenang
untuk mengembangkan dan mengimplementasikannya.
Berbeda dengan lembaga pendidikan pondok pesantren, pada lembaga
pendidikan non pesantren pembelajaran agama tidak memiliki alokasi waktu lebih
banyak dibandingkan dengan pendidikan agama pada lembaga pendidikan berjenis
pondok pesantren. dengan keterbatasan waktu yang ada, guru pendidikan agama
islam dituntut untuk mampu mengembangkan kurikulum pendidikan agama islam dengan
mengembangkan materi pembelajaran maupun lingkungan sekolah berbasis islam atau
pondok pesantren dengan menanamkan nilai-nilai keislaman seperti salam, senyum,
sapa, sopan, dan santun, menanamkan budaya malu, disiplin dan lain sebagainya.
MENAKAR PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH
Salah satu faktor yang menentukan implementasi kurikulum pada
sekolah formal adalah politik. Politik memiliki peranan strategis dalam menentukan
arah kebijakan kurikulum. Jika pemegang kebijakan memiliki perhatian yang besar
terhadap pendidikan agama islam pada sekolah formal maka pendidikan agama islam
akan mendapatkan porsi alokasi waktu yang cukup, namun sebaliknya jika pemegang
kebijakan kurang memiliki perhatian atau bahkan tidak memiliki kepedulian
terhadap pendidikan agama Islam maka bisa saja alokasi waktu semakin berkurang
dan berkurang. Kondisi tersebut tentu saja berdampak pada penguasaan siswa
terhadap pendidikan agamanya dan secara tidak langsung berimplikasi pada
pengamalan agama anak.
UPAYA
ORANG TUA UNTUK MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Untuk mengembangkan penguasaan anak terhadap pendidikan agama
Islam, orang tua tidak cukup hanya mengandalkan pendidikn agama dari sekolah
formal, karena selain jam belajar agama sangat sedikit yakni dua jam setiap
minggunya, muatan materi yang diajarkan juga tidak lengkap. Oleh karena itu
untuk memenuhi kekurangan belajar tersebut baik alokasi waktu maupun materi
pelajaran agamanya orang tua perlu memberikan jam belajar tambahan di luar
sekolah formal dengan mengikut sertakan anak pada sekolah non formal seperti Madrasah
Diniah Agama (MDA) atau dengan mengikut sertakan anak pada les-les privat
agama. Sehingga kekurangan belajar agama Islam pada anak dapat terpenuhi. Wa
Allahu a’lam.
Posting Komentar untuk "PENTINYA MANAJEMEN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK SEJAK DINI"